BMKG Pemetaan Dampak Bencana Pergerakan Tanah di Sukabumi, Peringatan Dini Terus Diberikan

BMKG Pemetaan Dampak Bencana Pergerakan Tanah di Sukabumi, Peringatan Dini Terus Diberikan

Simak Fakta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tengah melakukan pemetaan dampak pergerakan tanah yang merusak puluhan rumah warga di Kampung Cihonje, Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kejadian tersebut terjadi pada Selasa, 3 Desember 2024, dan menimbulkan kerusakan signifikan, dengan sekitar 30 rumah dan satu masjid rusak. Sebanyak 42 keluarga atau sekitar 120 jiwa terpaksa mengungsi untuk menghindari bahaya lebih lanjut.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa tim BMKG telah melakukan analisis cuaca yang mencakup pemetaan pergerakan tanah berdasarkan data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Proses ini penting untuk membantu merencanakan langkah-langkah mitigasi, sekaligus memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi bahaya susulan yang mungkin terjadi.

Menurut Dwikorita, hujan dengan intensitas sedang hingga deras yang melanda wilayah tersebut menjadi faktor pemicu terjadinya keretakan tanah di Kampung Cihonje. Keretakan tanah tersebut bukan hanya merusak rumah, tetapi juga menyebabkan jalan di daerah tersebut retak. Kejadian ini juga mencerminkan potensi kerusakan lebih lanjut yang dapat terjadi di wilayah-wilayah lain yang memiliki karakteristik geografis serupa, terutama di daerah yang masuk dalam zona rawan pergerakan tanah.

Berdasarkan analisis BMKG, wilayah Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar, serta sekitarnya memiliki potensi pergerakan tanah yang menengah hingga tinggi, terutama jika curah hujan melebihi tingkat normal. Peta kerawanan yang dimiliki oleh PVMBG mengindikasikan bahwa daerah ini terletak pada ketinggian 100 hingga 800 meter di atas permukaan laut, yang meningkatkan kerentanannya terhadap gerakan tanah. Oleh karena itu, BMKG menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat setempat agar mereka lebih waspada terhadap bahaya ini.

BMKG juga telah mengeluarkan peringatan dini terkait potensi cuaca ekstrem yang dapat berlanjut hingga 8-9 Desember 2024. Wilayah selatan Jawa Barat, termasuk Sukabumi, masih berisiko diguyur hujan dengan intensitas tinggi, yakni 30-50 mm per jam, yang disertai dengan angin kencang. Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana alam lain, seperti banjir bandang, tanah longsor, dan pergerakan tanah lebih lanjut.

Selain itu, BMKG juga mengidentifikasi adanya bibit siklon tropis 91S yang berada di Samudera Hindia, sebelah barat daya Banten. Keberadaan siklon ini dapat memperbesar potensi bencana di wilayah selatan Jawa Barat, yang saat ini tengah memasuki musim hujan dengan curah hujan yang lebih tinggi sekitar 20 persen dibandingkan kondisi normal. Fenomena atmosfer seperti Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang ekuatorial Rossby, gelombang Kelvin, dan La Niña yang lemah turut mempengaruhi peningkatan curah hujan ini.

Dwikorita mengimbau agar masyarakat tetap waspada dan memantau informasi yang diberikan BMKG secara berkala. Pihaknya juga terus memberikan laporan perkembangan cuaca setiap tiga jam melalui berbagai saluran informasi, termasuk aplikasi BMKG dan media sosial. Hal ini bertujuan agar masyarakat dan pemerintah daerah dapat mengambil langkah-langkah antisipasi yang tepat untuk meminimalisir dampak bencana.

Dalam waktu dekat, BMKG bersama dengan PVMBG dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sukabumi akan terus memantau kondisi cuaca dan geologi di wilayah tersebut. Mereka juga akan menerjunkan tim untuk melakukan sosialisasi langsung kepada warga agar mereka lebih siap menghadapi potensi bencana yang mungkin terjadi. Pemerintah daerah diharapkan dapat mempercepat upaya pemulihan di daerah yang terdampak, serta memberikan dukungan kepada para korban yang mengungsi.

BMKG juga mengingatkan pentingnya koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam menghadapi berbagai potensi bencana alam yang dapat terjadi, terutama selama musim hujan yang meningkat intensitasnya di beberapa wilayah Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *