Penangguhan Penahanan Tersangka Kasus Pagar Laut Tangerang Picu Kekecewaan Warga

Penangguhan Penahanan Tersangka Kasus Pagar Laut Tangerang Picu Kekecewaan Warga

Simak Fakta – Keputusan Bareskrim Polri menangguhkan penahanan terhadap empat tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen pagar laut di wilayah Tangerang menuai sorotan tajam. Mereka yang mendapatkan penangguhan tersebut adalah Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip; Sekretaris Desa Kohod, Ujang Karta; serta dua orang penerima kuasa, yakni Septian Prasetyo dan Candra Eka.

Penangguhan tersebut dilakukan lantaran masa penahanan keempatnya telah mencapai batas waktu. Hal itu diungkapkan langsung oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro, dalam keterangannya pada Kamis, 24 April 2025. Ia menyebutkan bahwa penahanan tidak bisa dilanjutkan karena belum adanya kesepakatan dengan pihak kejaksaan mengenai pasal yang digunakan.

“Karena masa penahanan sudah habis, maka penyidik memutuskan untuk menangguhkan penahanan sebelum tanggal 24 April,” jelas Djuhandani. Ia juga menambahkan bahwa salah satu kendala dalam proses ini adalah permintaan jaksa agar penyidik memasukkan unsur tindak pidana korupsi dalam berkas, sementara Bareskrim tetap meyakini bahwa perkara ini termasuk dalam ranah pidana umum.

Keputusan tersebut memicu kekecewaan mendalam di kalangan warga Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Mereka merasa harapan akan tegaknya keadilan hukum kembali diuji. Meski begitu, masyarakat masih menunjukkan sikap optimistis terhadap jalannya penyidikan.

Henri Kusuma, kuasa hukum yang mewakili masyarakat dalam gerakan Anti Masyarakat Anti Kezaliman (AMAK), menyatakan bahwa warga tetap mengawasi perkembangan kasus ini. Ia mengimbau masyarakat agar tidak terburu-buru dalam menyimpulkan dan tetap percaya bahwa proses hukum akan berjalan sebagaimana mestinya.

“Kami dari warga Kohod masih menaruh harapan kepada Bareskrim dan Kejaksaan Agung. Walau penahanan ditangguhkan, penyidikan seharusnya tetap berlanjut,” tutur Henri saat dikonfirmasi pada Jumat, 25 April.

Menurut Henri, pihaknya akan terus mengamati langkah-langkah yang akan diambil oleh Bareskrim ke depan. Ia berharap kasus ini dapat ditangani dengan lebih cermat, mengingat proses pelimpahan sebelumnya (P19) sudah berada di ambang masa penahanan.

Selain itu, Henri menyoroti bahwa bila Bareskrim mengubah pasal yang disangkakan menjadi tindak pidana korupsi, suap, atau gratifikasi, maka penahanan dapat diperpanjang. “Kalau pasal yang digunakan adalah Tipikor, maka otomatis masa penahanan bisa diperpanjang karena ancamannya lebih dari 9 tahun,” jelasnya.

Di sisi lain, Gufroni dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Muhammadiyah menyampaikan kecurigaan bahwa proses hukum dalam kasus ini sarat rekayasa. Menurutnya, penangguhan terhadap Arsin dan rekan-rekannya terkesan hanya sebagai upaya untuk meredam tekanan publik, bukan untuk menuntaskan persoalan hukum secara transparan.

“Saya mencium adanya indikasi drama dalam kasus ini. Mabes Polri dan Kejaksaan terlihat memainkan peran dalam skenario yang justru menjauhkan masyarakat dari keadilan sejati,” tegas Gufroni. Ia juga menyebutkan bahwa publik sudah merasa dipermainkan oleh sikap saling lempar tanggung jawab antara penyidik dan jaksa.

Gufroni menilai bahwa tarik-menarik soal kelengkapan berkas antara dua institusi penegak hukum ini hanya memperlihatkan bahwa proses hukum tidak dijalankan secara serius. “Yang terlihat justru seperti permainan lempar bola yang akhirnya hanya mempermainkan harapan publik,” ujarnya dengan nada kecewa.

Kasus pagar laut di Desa Kohod kini menjadi sorotan tajam masyarakat sipil. Harapan agar proses hukum berjalan secara jujur dan transparan masih tetap hidup, namun kepercayaan terhadap integritas aparat penegak hukum juga tengah diuji dalam kasus ini. Masyarakat berharap, penundaan penahanan ini bukanlah akhir dari proses hukum, melainkan pintu masuk untuk membongkar lebih dalam dugaan pelanggaran yang terjadi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *