Simak Fakta – Terpidana kasus pembunuhan berencana, Jessica Kumala Wongso, beserta tim penasihat hukumnya memutuskan untuk keluar atau walk out dari sidang permohonan peninjauan kembali (PK) yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Senin (18/11). Keputusan tersebut diambil setelah pihak penasihat hukum menyatakan keberatannya terhadap kehadiran ahli yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum sebagai termohon dalam sidang tersebut.
Penasihat hukum Jessica, Hidayat Bostam, mengungkapkan bahwa pihaknya keberatan apabila dalam sidang permohonan PK, jaksa menghadirkan ahli untuk diperiksa. Hidayat menekankan bahwa permohonan PK merupakan proses hukum yang menjadi “panggung” bagi kliennya sebagai pemohon. Menurutnya, dalam sidang PK, jaksa seharusnya hanya menanggapi atau menyatakan keberatan terhadap ahli yang dihadirkan oleh pihak pemohon, bukan malah menghadirkan ahli sendiri untuk diperiksa.
“Yang mulia majelis hakim, karena kami keberatan, kami memutuskan untuk walk out,” ujar Hidayat sebelum keluar dari ruang sidang. Ia menambahkan bahwa jika jaksa menghadirkan ahli, maka kondisi persidangan akan kembali seperti sidang pembunuhan berencana yang telah berlangsung pada tahun 2016, yang diulang-ulang tanpa adanya novum baru. “Ini seharusnya hak terpidana yang mendapatkan novum baru, makanya kami ajukan PK,” tegasnya.
Namun, meskipun Jessica dan tim penasihat hukumnya memutuskan untuk walk out, Hakim Ketua Zulkifli Atjo tetap memperbolehkan jaksa untuk menghadirkan ahli dalam sidang tersebut. Hakim Zulkifli kemudian mempersilakan Jessica dan tim hukumnya untuk meninggalkan ruang sidang dan mencatatkan keberatan yang diajukan oleh pihak pemohon dalam nota persidangan.
Jaksa penuntut umum kemudian menghadirkan dua ahli digital forensik untuk diperiksa dalam sidang tersebut, yakni Muhammad Nuh Al Azhar dan Christopher Hariman Rianto. Meskipun tanpa kehadiran Jessica dan tim penasihat hukumnya, sidang pun berlanjut dengan pemeriksaan ahli dari jaksa.
Dalam permohonan PK yang diajukan, Jessica Kumala Wongso meminta agar dakwaan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin dibatalkan. Meskipun Jessica sudah bebas bersyarat, dia tetap merasa tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya dan berharap Mahkamah Agung (MA) akan menyatakan dirinya tidak bersalah. Pada persidangan sebelumnya, penasihat hukum Jessica, Andra Reinhard Pasaribu, menyampaikan memori PK yang berisi permintaan pembatalan putusan berdasarkan rekaman CCTV yang diduga telah direkayasa.
Andra menegaskan bahwa rekaman CCTV yang dijadikan bukti dalam persidangan sebelumnya tidak sah karena prosedur penyitaan rekaman tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Putusan dari peradilan tingkat pertama sampai dengan peninjauan kembali dalam perkara ini demi hukum haruslah dibatalkan karena telah didasarkan pada rekaman CCTV yang merupakan alat bukti tidak sah,” kata Andra dalam persidangan di PN Jakarta Pusat pada Selasa (29/10).
Tim penasihat hukum Jessica sejak awal membela kliennya dengan menyatakan bahwa rekaman CCTV yang diputar dalam persidangan telah dipotong. Namun, saat itu tim penasihat hukum tidak memiliki bukti otentik terkait potongan video rekaman tersebut, sehingga hakim mengabaikannya. Baru-baru ini, tim penasihat hukum Jessica menemukan potongan rekaman yang dapat membuktikan bahwa rekaman CCTV tersebut tidak utuh, dan hal ini dianggap sebagai novum atau bukti baru yang bisa mempengaruhi hasil persidangan.
Helmi Bostam, yang menemukan potongan rekaman tersebut, telah disumpah sebelum memori PK dibacakan. Temuan ini diharapkan bisa memperkuat argumen bahwa rekaman CCTV yang digunakan sebagai bukti dalam persidangan sebelumnya tidak sah dan mengarah pada kesalahan dalam putusan yang dijatuhkan terhadap Jessica.
Sementara itu, pada 18 Agustus 2024, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengumumkan bahwa Jessica Kumala Wongso telah bebas bersyarat. Meskipun begitu, sebagai terpidana yang masih menjalani pembimbingan, Jessica diwajibkan untuk melapor secara rutin dan menjalani masa pembimbingan hingga 2032.
Kasus Jessica Kumala Wongso tetap menjadi sorotan publik, dan dengan adanya permohonan PK ini, harapan untuk mendapatkan keadilan yang lebih besar masih terus bergulir. Apakah novum yang ditemukan akan berdampak pada pembatalan putusan atau tidak, akan menjadi keputusan penting yang akan ditentukan oleh Mahkamah Agung di masa mendatang.
Tinggalkan Balasan